A. Pendahuluan
Sejarah akan berbeda sekarang ini tanpa Karl Marx. Demikian salah satu kesimpulan Franz Magnis Suseno mengenai pemikiran Karl Marx.[1] Tidak mengherankan jika Michael Hart meletakkan Karl Max di tempat yang tinggi dalam susunan Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam sejarah. Pada masa jayanya, jumlah manusia yang sedikitnya terpengaruh oleh Marxisme mendekati angka 1,3 milyar. Jumlah penganut ini lebih besar dari jumlah penganut ideologi mana pun sepanjang sejarah manusia.[2]
Pengaruh pemikiran Karl Marx tidak bisa diragukan lagi dalam sejarah perjalanan dunia ini. Marx tidak hanya merangsang perubahan cara berpikir, akan tetapi juga mengubah cara manusia bertindak. Seperti dikatakan Marx sendiri, “Para filosof hanya menginterpretasikan dunia dalam berbagai cara; masalahnya adalah bagaimana mengubah dunia.” Hal inilah yang kemudian membedakan Marx dari filosof lain, misalnya, Auguste Comte atau Martin Heidegger, bahkan David Hume yang hanya sanggup mengubah cara manusia berfikir. Meskipun tidak bisa dipungkiri juga bahwa perubahan pemikiran ini berdampak pada kehidupan masyarakat luas, namun efeknya tidak sebesar Karl Marx. Filsafat Marx lebih diletakkan untuk mengubah dunia. Bahkan sebagai ideologi, “Marxisme” menyemangati sebagian besar gerakan buruh sejak akhir abad ke-19 dan dalam abad ke-20 yang mendasari kebanyakan gerakan pembebasan sosial.[3]
Makalah ini mula-mula akan mengemukakan tentang latar belakang hidup Marx, kemudian perjalanan intelektualnya sebagai penerus Hegel dan pembaruan serta pengkayaan terhadap pemikiran gurunya tersebut. Bagian mengenai Marxisme akan disinggung sesudah pembahasan tentang perkembangan intelektual Marx.
B. Biografi Karl Marx
Karl Marx, lahir di bulan Mei 1818 di Trier, Jerman. Ayahnya seorang pengacara yang beberapa tahun sebelumnya pindah agama Yahudi menjadi Kristen Protestan. Perpindahan agama ayahnya yang begitu mudah diduga merupakan alasan mengapa Karl Marx tidak pernah tertarik dengan Agama. Ayahnya mengharapkan Marx menjadi notaris sebagaimana ayahnya. Karl Marx sendiri lebih menyukai untuk menjadi Penyair daripada seorang ahli hukum. Hukum merupakan ilmu yang digemari pada saat itu. etengah semester ia bertahan, dan melompat ke Universitas Berlin, fokus pada filsafat. Masih semester dua, Marx sudah masuk kelompok diskusi paling ditakuti di kampus itu, Klub Para Doktor, dan menjadi anggota yang paling radikal. Kelompok ini selalu memakai Filsafat Hegel untuk menyerang kekolotan Prussia. Tak heran, klub ini pun digelari “Kaum Hegelian Muda”. Namun karena mereka juga menentang agama Protestan, klub ini digolongkan menjadi Hegelian Kiri, lawan Hegelian Kanan, yang menafsirkan Hegel sebagai teolog Protestan.
Pada tahun 1841, Marx dipromosikan menjadi doktor dengan disertasi “The Difference between The Natural Philosophy of Democritus and Epicurus”. Kertas kerja dan pengantar disertasi ini secara jelas menunjukkan Marx sangat Hegelian, dan antiagama. Hal terakhir ini juga yang membuat Marx dicap sesat, dan mulai dijauhi rekan-rekannya. Marx tumbuh di tengah pergolakan politik yang dikuasai oleh kekuatan kapitalis para Borjuis yang menentang kekuasaan aristokrasi feodal dan membawa perubahan hubungan sosial. Meskipun ia memperjuangkan kelas orang-orang tertindas sebagai referensi empiris dalam mengembangkan teori filsafatnya.[4]
Selama hampir setahun ia menjadi pimpinan redaksi sebuah harian radikal 1843, sesudah harian itu dilarang oleh pemerintah Prussia, ia kawin dengan Jenny Von Westphalen, putri seorang bangsawan, dan pindah ke Paris. Di sana ia tidak hanya berkenalan dengan Friedrich Engels (1820-1895) yang akan menjadi teman akrab dan “penerjemah” teori-teorinya melainkan juga dengan tokoh-tokoh sosialis Perancis. Dari seorang liberal radikal ia menjadi seorang sosialis. Beberapa tulisan penting berasal waktu 1845, atas permintaan pemerintah Prussia, ia diusir oleh pemerintah Perancis dan pindah ke Brussel di Belgia. Dalam tahun-tahun ini ia mengembangkan teorinya yang definitif. Ia dan Engels terlibat dalam macam-macam kegiatan kelompok-kelompok sosialis. Bersama dengan Engels ia menulis Manifesto Komunis yang terbit bulan Januari 1848. Sebelum kemudian pecahlah apa yang disebut revolusi’48, semula di Perancis, kemudian juga di Prussia dan Austria. Marx kembali ke Jerman secara ilegal. Tetapi revolusi itu akhirnya gagal. Karena diusir dari Belgia, Marx akhirnya pindah ke London dimana ia akan menetap untuk sisa hidupnya.
Di London mulai tahap baru dalam hidup Marx. Aksi-aksi praktis dan revolusioner ditinggalkan dan perhatian dipusatkannya pada pekerjaan teroritis, terutama pada studi ilmu ekonomi. Tahun-tahun itu merupakan tahun-tahun paling gelap dalam kehidupannya. Ia tidak mempunyai sumber pendapatan yang tetap dan hidup dari kiriman uang sewaktu-waktu dari Engels. Keluarganya miskin dan sering kelaparan. Karena sikapnya yang sombong dan otoriter, hampir semua bekas kawan terasing daripadanya. Akhirnya, baru 1867, terbit jilid pertama Das Kapital, karya utama Marx yang memuat kritiknya terhadap kapitalisme (jilid kedua dan ketiga baru diterbitkan oleh Engels sesudah Marx meninggal). Tahun-tahun terakhir hidupnya amat sepi dan tahun 1883 ia meninggal dunia.[5]
C. Hegel dan Marx: Awal Perjalanan Intelektual
Setidaknya filsafat Hegel mengandung hal yang bernilai seperti: teori tentang gerak yang abadi, perkembangan dari jiwa yang universal, dan terutama metode dialektika.[6] Hal yang disebut terakhir inilah yang akan dijelaskan lebih lanjut. Dialektika berarti sesuatu itu hanya benar apabila dilihat dengan seluruh hubungannya. Dialektika bisa juga dirumuskan sebagai teori tentang persatuan hal-hal yang bertentangan. Contoh yang tepat untuk menjelaskan dialektika adalah dialog. Dalam setiap dialog, terdapat sebuah tesis, yang kemudian melahirkan anti-tesis, dan selanjutnya muncul sintesis. Proses demikian berulang terus menerus.[7]
Hegel menyatakan bahwa hukum dialektika ini memimpin perkembangan jiwa. Dunia menurut Hegel berada dalam proses perkembangan.[8] Namun ia tidak menerapkan hukum ini lebih jauh lagi kepada alam dan masyarakat. Hegel adalah seorang idealis. Menurut Hegel, esensi kenyataan bukanlah benda materiil, melainkan jiwa. Idealisme berpandangan metafisika bahwa realitas yang utama adalah ide atau gagasan.[9]
Dari pandangan Hegel tentang dialektika, Marx kemudian menyusun kembali, membangun bangunan pemikiran yang lebih baik dari gurunya tersebut. Marx tidak puas terhadap dialektika Hegel yang berpusat pada ide/roh. Hal ini bagi Marx terlalu abstrak dan tidak menyentuh realitas konkret. Pengertian ini tidak sesuai dengan tesis Karl Marx bahwa filsafat harus mengubah cara orang bertindak. Dalam pandangannya, filsafat tidak boleh statis, tetapi harus aktif membuat perubahan-perubahan karena yang terpenting adalah perbuatan dan materi, bukan ide-ide. Manusia selalu terkait dengan hubungan-hubungan kemasyarakatan yang melahirkan sejarah. Marx membalik dialektika ide Hegel menjadi dialetika materi. Apabila Hegel menyatakan bahwa kesadaranlah yang menentukan realitas, maka Marx mendekonstruksinya dengan mengatakan bahwa praksis materiallah yang menentukan kesadaran.[10]
Materialisme adalah teori yang menyatakan bahwa semua bentuk dapat diterangkan melalui hukum yang mengatur materi dan gerak. Meterialisme berpendapat bahwa semua kejadian dan kondisi adalah sebab akibat lazim dari kejadian-kejadian dan kondisi-kondisi sebelumnya. Dengan demikian, materialisme selalu memberikan penekanan bahwa materi merupakan ukuran segalanya, melalui paradigma materi ini segala sesuatu dapat diterangkan.[11]
Materialisme dialektis memiliki asumsi dasar bahwa benda merupakan suatu kenyataan pokok, bahwa kenyataan itu benar-benar objektif, tidak semata berada dalam kesadaran manusia. Konsekuensi logisnya adalah pengetahuan realitas secara otomatis menjadi tidak bisa dipisahkan dengan kesadaran manusia. Bahkan materialisme mengakui bahwa kenyataan berada di luar persepsi kita tentangnya, sehingga kenyataan obyektif adalah penentu terakhir terhadap ide.[12]
Pembalikan Marx dari idealisme Hegel ke materialisme memang tidak berarti ia meninggalkan dialektika Hegel. Materialisme Marx adalah materialisme dialektis yang meyakini kebudayaan akan mengalami kemajuan. Jika dalam Hegel adalah realisasai total roh absolut, maka dalam Marx kemajuan kualitatif tersebut berupa masyarakat tanpa kelas (masyarakat yang tidak lagi didominasi materi).[13] Visi Marx untuk mewujudkan masyarakat tanpa kelas merupakan gambaran praksis dari ide dasar materialisme sosialisnya. Sistem feodal yang tergantikan oleh sistem kapitalis telah membawa perubahan dalam struktur ekonomi dan sosial. Marx yakin suatu saat, kapitalisme akan menemui kehancuran dan melahirkan sintesis, komunis sebagai ideologi kekuatan baru, masyarakat tanpa kelas.[14]
D. Marxisme
Marxisme berawal dari tulisan-tulisan Karl Marx. Dalam arti luas, Marxisme berarti paham yang mengikuti pandangan-pandangan dari Karl Marx. Pandangan-pandangan ini mencakup ajaran Marx mengenai materialisme dialektis dan materialisme historis serta penerapannya dalam kehidupan sosial.[15] Marxisme lahir dari konteks masyarakat industri Eropa abad ke-19, dengan semua ketidakadilan, eksploitasi manusia khususnya kelas bahwa/kelas buruh. Menurut analisa Marx, kondisi-kondisi dan kemungkinan-kemungkinan teknis sudah berkembang dan merubah proses produksi industrial, tetapi struktur organisasi proses produksi dan struktur masyarakat masih bertahan pada tingkat lama yang ditentukan oleh kepentingan-kepentingan kelas atas. Jadi, banyak orang yang dibutuhkan untuk bekerja, tetapi hanya sedikit yang mengemudikan proses produksi dan mendapat keuntungan. Karena maksud kerja manusia yang sebenarnya adalah menguasai alam sendiri dan merealisasikan cita-cita dirinya sendiri, sehingga terjadi keterasingan manusia dari harkatnya dan dari buah/hasil kerjanya. Karena keterasingan manusia dari hasi kerjanya terjadi dalam jumlah besar (kerja massa) dan global, pemecahannya harus juga bersifat kolektif dan global.
Berbeda dengan model-model sosialisme lama, Marxisme menyatakan dirinya sebagai “sosialisme ilmiah”. Untuk mendukung klaim tersebut, Marx mendasarkan pada penelitian syarat-syarat objektif perkembangan masyarakat. Marx menolak pendasaran sosialisme pda pertimbangan-pertimbangan moral. Materialisme sejarah merupakan dasar bagi sosialisme ilmiah tersebut. Marx yakin bahwa ia telah menemukan hukum objektif perkembangan sejarah. Objek pencarian materialisme historis adalah hukum-hukum gerakan dan perkembangan masyarakat insani yang paling universal. Marx menciptakan suatu pemahaman sejarah menjadi seperti sains yang pasti dan eksak. Karena hal itulah Marx menyatakan bahwa sosialismenya bersifat ilmiah karena berdasarkan pada pengetahuan hukum-hukum objektif perkembangan masyarakat.[16]
Marxisme pada hakekatnya bukanlah merupakan suatu penafsiran terhadap perubahan proses-proses dalam masyarakat, akan tetapi merupakan sebuah terori yang menyatakan bahwa hukum objektif perkembangan masyarakat dapat ditetapkan sama seperti halnya penemuan-penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan sehingga bisa bersifat pasti dan universal. Dengan mengajukan sosialisme ilmiah sebagai penerapan hukum dasar alam pada masyarakat, teori Marx seakan-akan dibenarkan oleh ilmu-ilmu alam, karena memiliki objektivitas seperti ilmu-ilmu alam.[17]
E. Kesimpulan dan Kritik
Filsafat Karl Marx meruapak salah satu filsafat yang palling berpengaruh di dalam perkembangan sejarah. Kemampuan gagasan Marx untuk berdialektika dengan zaman, menjadikannya pemikir yang tidak pernah sepi dari kritikan dan pujian atasnya. Namun, apapun tanggapan dunia terhadapnya, kehadirannya telah menggerakkan kesadaran kelompok buruh, budak dan aktivis sosialis untuk mengorganisir diri dan berjuang mewujudkan perubahan.
Pendapat Karl Marx tentang tujuan akhir berupa masyarakat tanpa kelas sebenarnya merupakan suatu yang paradoks dengan konsep dialektis itu sendiri. Dialektisisme merupakan sebuah proses yang terus menerus sehingga tidak akan tercipta kemandegan. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana mungkin masyarakat tanpa kelas akan terwujud? Bukankah dalam proses bermasyarakat tetap harus ada pembagian kerja? Teori masyarakat tanpa kelas Marx memang semacam utopisme yang penuh paradoks dalam teori-teorinya. Pandangan Marx tentang sejarah yang saintifik telah mereduksi kemanusian. Mansia hanya menjadi korban dari barang-barang produksi dan tidak lagi memiliki independensi.
Daftar Pustaka
Adian, Donny Gahral, 2006, Percik Pemikiran Kontemporer, Yogyakarta: Jalasutra
Bagus, Lorens, 2000, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia
Hart, Michael H., 1992, Seratus Tokoh Paling Berpengaruh Dalam Sejarah, terj.
Mahbub Djunaedi, Jakarta: Pustaka Jaya
Rius, 2000, Marx Untuk pemula, Yogyakarta: Insist
Santoso, Listiyono, dkk., 2007, Epistemologi Kiri, Yogyakarta: Ar-Ruz Media
Sumber http://rumahputih.net . Diakses pada 20 Oktober 2008
Suseno, Franz Magnis, 2001, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis Ke
Perselisihan Revisionisme, Jakarta: Gramedia
[1] Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta: Gramedia, 2001) hlm. xi
[2] Michael H. Hart, Seratus Tokoh Paling Berpengaruh Dalam Sejarah, terj. Mahbub Djunaedi, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1992) hlm. 86-7
[3] Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta: Gramedia, 2001) hlm. xi
[4] Sumber http://rumahputih.net . Diakses pada 20 Oktober 2008
[5] Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta: Gramedia, 2001) hlm. 46-9
[6] Rius, Marx Untuk pemula, (Yogyakarta: Insist, 2000) hlm. 70
[7] Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta: Gramedia, 2001) hlm. 61-62
[8] Listiyono Santoso, dkk., Epistemologi Kiri, (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2007) hlm. 40
[9] Rius, Marx Untuk pemula, (Yogyakarta: Insist, 2000) hlm. 70-1
[10] Donny Gahral Adian, Percik Pemikiran Kontemporer, (Yogyakarta: Jalasutra, 2006) hlm. 47
[11] Listiyono Santoso, dkk., Epistemologi Kiri, (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2007) hlm. 39-40
[12] Ibid, 43
[13] Donny Gahral Adian, Percik Pemikiran Kontemporer, (Yogyakarta: Jalasutra, 2006) hlm, 189
[14] Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta: Gramedia, 2001) hlm. 161-2
[15] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 2000) hlm. 575
[16] Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta: Gramedia, 2001) hlm. 136-7
[17] Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta: Gramedia, 2001) hlm. 218-9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar