Kamis, 29 Januari 2009

Jenghis Khan Sang Penahkluk Terbesar

Jenghis Khan (bahasa Mongolia: Чингис Хаан), juga dieja Genghis Khan, Jinghis Khan, Chinghiz Khan, Chinggis Khan, Changaiz Khan, dll, nama asalnya Temüjin, juga dieja Temuchin atau TiemuZhen, (sek. 1162 - 18 Agustus 1227) adalah khan Mongol dan ketua militer yang menyatukan bangsa Mongolia dan kemudian mendirikan Kekaisaran Mongolia dengan menaklukkan sebagian besar wilayah di Asia, termasuk utara Tiongkok (Dinasti Jin), Xia Barat, Asia Tengah, Persia, dan Mongolia. Penggantinya akan meluaskan penguasaan Mongolia menjadi kekaisaran terluas dalam sejarah manusia. Dia merupakan kakek Kubilai Khan, pemerintah Tiongkok bagi Dinasti Yuan di China.

Kehidupan awal

Jenghis Khan dilahirkan dengan nama Temüjin sekitar tahun 1162 dan 1167, anak sulung Yesügei, ketua suku Kiyad (Kiyan). Sedangkan nama keluarga dari Yesügei adalah Borjigin (Borjigid). Temujin dinamakan seperti nama ketua musuh yang ditewaskan ayahnya.

Temujin lahir di daerah pegunungan Burhan Haldun, dekat dengan sungai Onon dan Herlen. Ibu Temujin, Holun, berasal dari suku Olkhunut. Kehidupan mereka berpindah-pindah layaknya seperti penduduk Turki di Asia Tengah. Saat Berumur 9 tahun, Temujin dikirimkan keluar dari sukunya karena ia akan jodohkan kepada Borte, putri dari suku Onggirat. Ayah Temujin, Yesugei meninggal karena diracuni suku Tartar tepat pada saat ia pulang setelah mengantar Temujin ke suku Onggirat.

Temujin pun dipanggil pulang untuk menemui ayahnya. Yesugei memberi pesan kepada Temujin untuk membalaskan dendamnya dan menghancurkan suku Tartar di masa depan. Kehidupan Temujin bertambah parah setelah hak kekuasaannya sebagai penerus kepala suku direbut oleh orang lain dengan alasan umur Temujin yang masih terlalu muda. Temujin dan keluarganya diusir dari sukunya karena ia ditakuti akan merebut kembali hak kekuasaannya atas suku Borjigin. Hidup Temujin dan keluarganya sangat menderita. Dengan perbekalan makanan yang sangat terbatas, Ia dan adik-adiknya hidup dengan cara berburu. Pada saat ia menginjak remaja, kepala suku Borjigin mengirimkan pasukan untuk membunuh Temujin.

Temujin berhasil tertangkap dan ditawan oleh musuhnya, namun ia berhasil kabur dari tahanan dan dengan pertolongan dari orang-orang yang masih setia kepada Yesugei. Pada saat menginjak dewasa, Temujin berjuang dan mengumpulkan kekuatannya sendiri.

[sunting] Latar perjuangan

[sunting] Menyatukan Mongolia

Temujin mempunyai teman baik yang juga merupakan saudara angkatnya, yang bernama Jamukha. Ia pernah berkali-kali ditolong oleh Jamukha, yang merupakan keturunan dari suku Jadaran. Bersama-sama dengan saudara angkatnya, Temujin berhasil merebut kembali hak kekuasaannya atas sukunya dan juga perserikatan Mongolia yang didirikan ayahnya dahulu. Waktu demi waktu, wilayah Temujin menjadi semakin besar, yang dilakukan dengan cara menghancurkan musuh-musuhnya dan menggabungkan suku-suku dalam perserikatan Mongolia. Musuh terbesar Temujin dalam sejarah ternyata adalah saudara angkatnya sendiri, Jamukha, yang sering mengadu-domba Temujin dengan suku-suku lainnya, termasuk ayah angkat Temujin sendiri yang bernama Wang Khan. Setelah Temujin berhasil menyisihkan musuh-musuhnya dan melaksanakan perintah almarhum ayahnya, Yesugei, ia kemudian juga berhasil membalaskan kematian nenek-moyangnya, yang dibunuh oleh kerajaan Jin. Temujin kemudian diangkat menjadi Khan dengan gelar Jenghis Khan; yang artinya "Khan dari Segala-galanya".

Memerangi kerajaan Jin

Nenek-moyang kerajaan Jin berasal dari suku Jurchen. Suku Jurchen berhasil menguasai wilayah utara China selama lebih dari 100 tahun. Hal ini akan menjadi kesulitan besar untuk Jenghis Khan dalam menunaikan tugasnya. Kerajaan Jin memiliki jumlah pasukan yang hampir mendekati jutaan jiwa (lebih dari 10 kali lipat dari pasukan Jenghis Khan pada waktu itu). Mereka hidup aman dibalik tembok kerajaan yang besar dan susah untuk diserang. Jenghis Khan berhasil meruntuhkan semangat perang dan kekuataan kerajaan Jin dalam berbagai peperangan. Salah satunya adalah perang di Tebing Serigala Liar, dimana Jenghis Khan yang hanya memiliki pasukan tidak lebih dari 100.000 tentara berhasil membabat pasukan musuh yang besarnya lebih dari setengah juta jiwa. Kejayaan Jenghis Khan terbukti dari keberhasilannya dalam merebut ibukota kerajaan Jin, Dadu, yang sekarang ini menjadi Beijing. Para seniman (artis), ahli senjata (terutama ahli senjata berat/siege weapon), dan barang berharga, semuanya dibawa kembali ke Mongolia sebagai budak dan rampasan perang.

Invasi ke Timur Tengah

Sejarah mencatat invasi yang dipimpin oleh Jenghis Khan sendiri dengan ratusan ribu tentara terpilih ke kerajaan Khawarizmi yang pada waktu itu menguasai seluruh wilayah Timur Tengah diawali dengan pedagang Mongolia yang dibunuh dan harta mereka dirampas oleh panglima Khawarizmi yang serakah. Keserakahan itu membawa bencana bagi bangsanya. Jenghis Khan berhasil menawan dan menghukum mati panglima tersebut dengan cara menuangkan logam panas ke matanya. Kerajaan Khawarizmi menderita kerugian yang tidak terhitung. Amarah Jenghis Khan bertambah setelah cucu kesayangannya terbunuh. Populasi rakyat Timur Tengah berkurang hingga 1/10, dan wilayah Mongolia pun bertambah luas sampai kebagian barat benua Asia.

Sejarah pernah mencatat bahwa pada saat Jenghis Khan mundur kembali ke Mongolia, ia sempat memerintahkan dua jendral terbaiknya, Jebe dan Subotai Baatur untuk menyelidiki daerah barat dan membasmi sisa musuh sampai ke wilayah Russia. Jebe dan Subotai pernah menginjak daratan Eropa pada saat itu, dan mengalami konfrontasi dan menghancurkan pasukan Salib yang hendak menyerang wilayah Arab. Sumber konfrontasi itu diperkirakan terjadi karena pasukan Salib dari Eropa mengira pasukan Mongol adalah pasukan Arab.

Wilayah Timur Tengah kemudian dibagi-bagi dan dikuasai oleh putra-putra Jenghis Khan.

Akhir hidup Jenghis Khan

Jenghis Khan yang sudah berumur tua dipaksa untuk memimpin pasukan untuk menghancurkan kerajaan Abbasiyah untuk kesekian kalinya, namun ketidak-cakapan para pasukan dan seringnya melakukan mabuk-mabukan memperlemah pasukan militernya. Ia meninggal dalam perjalanan dan dirahasiakan oleh panglima-panglima setianya sampai musuh berhasil ditaklukan. Kuburan Jenghis Khan dirahasiakan agar tidak dirusak oleh orang lain. Kekuasaan Mongol diwariskan kepada putra ketiganya, Ogodai Khan. Alasan Jenghis Khan menunjuk putra ketiganya untuk meneruskan tahta warisnya, disebabkan oleh keahlian yang dimiliki Ogodai Khan dalam bernegoisasi, memimpin negara dan sifatnya yang tidak sombong (tidak seperti kedua kakaknya yang sering bertempur satu sama lain).

Mongolia setelah Jenghis Khan

Ogodei Khan

Ogodei Khan bukan hanya berhasil dalam mempertahankan wilayah Mongolia yang telah dibangun oleh ayahnya, namun ia berhasil memperluas kekuasaannya dengan menghancurkan kerajaan Jin untuk terakhir kalinya, serta memerintahkan panglimanya untuk memperluas kekuasaan di wilayah Eropa. Wilayah Russia, Polandia, serta Hungaria berhasil dikuasai oleh Mongolia. Pasukan gabungan yang dipimpin oleh Henry dari Silesia tergabung dari pasukan Hungaria, Polandia, dan Jerman (Kekaisaran Suci Romawi) yang terdiri dari pasukan Teutonik terbantai tak bersisa dalam perang di Leignitz. Sejarah Eropa mencatat kekejaman dan teror besar yang dilakukan oleh kerajaan Mongolia atas rakyat Eropa. Pasukan Mongolia baru menghentikan perluasan wilayah mereka di Eropa setelah mendengar kematian Ogodei Khan. Negara-negara Eropa memilih untuk memberikan upeti kepada kerajaan Mongolia daripada mengambil resiko untuk melawan Mongolia. Eropa bahkan memohon bantuan Mongolia untuk menghancurkan Arab.

Batu Khan

Setelah kematian Ogodei Khan, Mongolia dikuasai oleh Batu Khan yang memiliki visi lain dalam memperluas kerajaan Mongolia. Ia mengirimkan pasukan untuk menguasai tanah Arab yang sebelumnya dikuasai oleh Eropa, seperti Damaskus dan kota-kota lainnya. Pasukan Eropa mengirimkan bantuan pada saat mereka merebut kota Yerusalem. Pasukan Mongolia tercatat dalam sejarah memperluas kekuasaannya sampai ke wilayah Mesir. Setelah kematian Batu Khan, pasukan Mongolia menghentikan agresi militernya ke arah barat.

Kubilai Khan

Mongolia pada saat kekuasaan Kubilai Khan berhasil memperluas wilayah sampai seluruh China, Korea, Burma, Vietnam, dan Kamboja. Pasukan Mongolia pernah melakukan agresi militer ke Jepang dan Jawa (Kerajaan Singasari), namun tidak berhasil.

Dominasi global

Mongolia berjuang untuk membawa nama baik bangsanya dengan prinsip yang telah diajarkan oleh pahlawan mereka, yaitu Jenghis Khan. Sejarah dunia mencatat bahwa Mongolia adalah satu-satunya negara yang kekuasaannya mendekati dominasi atas seluruh dunia (global domination). Kekuasaannya waktu itu adalah: China, Mongolia, Russia, Korea, Vietnam, Burma, Kamboja, Timur Tengah, Polandia, Hungaria, Arab Utara, dan India Utara.


semut – semut yang ditemui Jenghis Khan

Untuk itu kita mungkin bisa belajar dari semut – semut yang ditemui Jenghis Khan. Suatu hari di masa mudanya, Jenghis Khan melakukan pertempuran yang sangat hebat. Namun sayang pertempuran itu berakhir dengan kekalahan di pihaknya. Semua pasukannya kocar kacir entah kemana, Jenghis Khan yang dimasa mudanya dikenal dengan nama Temucin pun melarikan diri ke sebuah gua. Di dalam gua inilah ia melihat sekelompok semut yang menaiki gumpalan tanah sekepalan tangannya. Bagi para semut itu, tanah sekepalan tangan manusia bagaikan tebing yang begitu tingginya. Jenghis Khan memperhatikan laku para semut itu yang tengah membawa bekal makanannya melintasi kepalan tanah itu. Berkali – kali bekalnya jatuh. Para semut itu terus mencoba, mencoba dan mencoba. Jenghis Khan pun menghitung berapa kali mereka terus mencoba mengangkat bekal itu sampai berhasil terangkat. Ternyata para semut itu berhasil mengangkat bekal itu setelah mencoba ratusan kali !

Semut pantang menyerah. Kalau semut menemui halangan saat bekerja, mereka akan mencari cara atau jalan lain. Entah itu keatas, bawah atau berputar haluan mengelilingi, semut akan tetap mencari jalan keluar.

Menghadapi kegagalan kita harus mempunyai pondasi ‘Believe’ atau keyakinan bahwa apapun yang terjadi akan menjadi berkah dalam kehidupan. ‘Believe’ ini akan menjadi energi bagi perilaku kita untuk mengambil keputusan berubah dan menata diri menuju kesuksesan. Bagi ‘Believe’ semua itu mungkin !

Jadi teruslah berusaha sampai titik darah penghabisan, karena kita belum benar – benar kalah sampai kita berhenti mencoba.

ILYASIQ, HUKUM BARBAR ALA JENGHIS KHAN

Oleh Prince of Jihad pada Kamis 17 Juli 2008, 01:05 PM

Print Recommend (0) Comment (6)
International Jihad Analysis - Pegunungan Thamghaz, Cina 616 H/ 1219 M. Jenghis Khan, Raja Tartar yang terkenal bengis dan kejam sedang marah manahan emosi. Betapa tidak, dia baru saja mendapat kabar bahwa delegasi para pengusahanya yang membawa banyak harta ke negara Khawarizm Syah telah dibunuh. Harta yang semula digunakan untuk membeli baju produk negara Khawarizm Syah itupun ludes tak berbekas. Jenghis Khan akhirnya mengirim surat ancaman kepada penguasa Khawarizm Syah, salah satu bagian kekuasaan Islam pada saat itu.


Tindakan penguasa Khawarizm Syah Muhammad di atas, tentu saja melanggar syar’iat Islam. Dalam Islam diharamkan membunuh jiwa satu pun tanpa ada alasan syar’i. Akhirnya kasus pembunuhan delegasi pengusaha Jengis Khan ini memicu perang antara Jenghis Khan melawan Khawarizm Syah Muhammad. Peristiwa ini juga menandai dimulainya invasi pasukan barbar Tartar terhadap wilayah-wilayah Islam. Kaum muslimin sejak saat itu mengalami kerugian yang tidak terhitung, termasuk perubahan sosial, khususnya digantinya hukum-hukum syari’at Islam dengan hukum yang dikenal dengan nama Ilyasiq.

Ilyasiq, Kitab Hukum Ala Jenghis Khan

Ilayasiq, Ilayasa atau Yasiq adalah sebuah kitab undang-undang atau kitab hukum. Ilyasiq dibuat oleh Raja Tartar, Jenggis Khan. Ilayasiq merupakan kumpulan yang sebagiannya diambil dari Taurat orang Yahudi, Injil orang Nashrani, Al Qur’an dan ajaran ahli bid’ah ditembah dengan hasil buah fikirannya lalu dikodifikasikan menjadi sebuah kitab yang disebut Ilyasa atau Yasiq.

Nama Ilyasa dipergunakan oleh bangsa Arab dan memiliki arti berurutan. Tentu saja, isi kitab Ilyasa bertentangan dengan syari’at Islam. Jika Jenghis Khan ingin menulis sesuatu pada kitab tersebut, maka ia naik gunung lalu turun lalu naik dan turun lagi. Begitulah yang ia lakukan hingga ia tak sadarkan diri. Pada saat itulah, ia perintahkan orang yang ada di sisinya untuk menulis apa saja yang ia katakan.

Jenghis Khan memang seorang Raja, bahkan bisa dikatakan seorang Raja terbesar bangsa Tartar. Dia bisa disebut sebagai bapak bangsa Tartar karena meletakkan dasar-dasar hukum bagi rakyatnya. Jenghis Khan sendiri sebenarnya nama atau gelar kebanggaannya. Nama aslinya adalah Bitujin, dan menurut kaidah bangsa Tartar manusia itu tergantung kepada agama raja-rajanya. Padahal menurut Ibnul Atsir dalam Al Kamil Fit Tarikh, bangsa Mongol tidak memeluk salah satu agama Samawi dari ketiga agama Samawi. Padahal mereka hidup dan bergaul dengan pengikut agama Yahudi, Kristen, dan Islam. Mereka menyembah matahari dan bersujud kepadanya ketika terbit. Syari’at mereka tidak mengharamkan apa pun kepada mereka dan mereka makan hewan apa saja yang mereka temui meski sudah jadi bangkai.

Dr. Muhammad Sayyid Al Wakil dalam bukunya Wajah Dunia Islam menyatakan bahwa kitab Ilyasa adalah kumpulan undang-undang yang disusun oleh Jenghis Khan untuk rakyatnya untuk menjadi undang-undang dasar bagi mereka. Kitab tersebut ia tulis dalam dua jilid dengan huruf tebal dan diangkut dengan unta.

Sebuah kitab suci yang ‘aneh’. Ibu Katsir mengomentari Ilyasiq sebagai berikut :

“Jika yang terjadi demikian, maka kelihatannya syaitanlah yang berbicara lewat mulut-nya yang kemudian ditulis dalam buku tersebut.”

Beberapa contoh ke’aneh’an Kitab Ilyasa adalah sebagai berikut :

1. Barangsiapa melakukan hubungan di luar nikah, maka harus dibunuh baik ia sudah pernah menikah atau belum.
2. Barangsiapa melakukan hubungan homoseksual maka dibunuh.
3. Barangsiapa berdusta dengan sengaja, maka dibunuh.
4. Barangsiapa menyihir maka dibunuh.
5. Barangsiapa memata-matai maka dibunuh.
6. Barangsiapa ikut campur dalam dua orang yang sedang konflik kemudian berpihak kepada salah satunya maka dibunuh.
7. Barangsiapa buang air kecil di air yang tidak bergerak maka dibunuh.
8. Barangsiapa mandi di dalamnya maka dibunuh juga.
9. Barangsiapa memberi makanan atau minuman kepada tawanan perang tanpa seizin yang punya maka dibunuh.
10. Barangsiapa memberi makanan kepada seseorang maka hendaklah orang tersebut memakannya terlebih dahulu.
11. Barangsiapa melemparkan jenis makanan kepada seseorang maka dibunuh. Seharusnya ia menyerahkannya dengan tangan ke tangan orang tersebut.
12. Barangsiapa menyembelih hewan maka ia dibunuh seperti hewan tersebut. Ia harus membelah hatinya dan mengambil hatinya dengan tangannya terlebih dahulu.

Sebagian isi kitab di atas menunjukkan bahwa pembunuhan adalah satu-satunya yang diatur oleh kitab Ilyasa. Seolah-olah tidak ada sangsi hukum lainnya. Hal ini juga menjadi bukti kebatilan kitab atau undang-undang Ilyasa hasil produk seorang Jenghis Khan.

Hukum Ilyasiq : Kufur

Imam Ibnu Katsir mengomentari kitab Ilyasiq dalam tafsirnya (tafsir Al-Azhim) sebagai berikut:

“Allah Ta’ala mengingkari orang yang keluar dari hukum Allah yang mantap dan sempurna, meliputi segala kebaikan, yang tercegah dari segala keburukan, lalu orang itu berpaling kepada hukum yang lainnya, yang berasal dari pemikiran-pemikiran dan hawa nafsu dan peristilahan yang dibuat oleh pembesar-pembesar mereka, tanpa sandaran dari syari’at Allah, sebagaimana kaum jahiliyyah berhukum dengannya yang berasal dari kesesatan dan kebodohan yang semua itu diletakkan di atas dasar pandangan-pandangan (logika) dan hawa nafsu mereka. Dan sebagaimana berhukum dengannya pembuat UU (legislatif, dalam hal ini Tartar) berdasarkan siasat kerajaan yang diambil dari mereka, Jengis Khan, yang membuat undang-undang bagi mereka, yang disebut Ilyasiq. Ilyasiq ini berasal dari kompilasi hukum (gado-gado) campuran dari beberapa hukum yang berbeda-beda, yaitu UU Kristen, Yahudi dan sedikit ‘cuilan’ dari hukum Islam dan yang lainnya. Di dalam Ilyasiq pula terdapat banyak ketentuan yang murni berasal dari pandangan dan hawa nafsu Jengis Khan. Kemudian Ilyasiq dijadikan syari’at yang wajib oleh kalangan keluarga (keturunan mereka/Tartar), yang lebih didahulukan daripada berhukum dengan hukum Allah dan sunnah Rasulullah SAW. Maka barang siapa melakukan hal tersebut, maka dia kafir, wajib memeranginya sampai dia kembali kepada hukum Allah dan Rasul-Nya, dan tidak berhukum kepada selain hukum Islam, baik dalam urusan yang sedikit maupun banyak (Ibnu katsir 2/67).

Dalam Al Bidayah Wan Nihayah Imam Ibnu Katsir menjelaskan :

“Barangsiapa meninggalkan hukum yang muhkam (baku) yang diturunkan kepada Muhammad ibnu Abdillah penutup para nabi, dan dia malah merujuk hukum kepada hukum-hukum (Allah) yang sudah dihapus, maka dia kafir. Maka apa gerangan dengan orang yang mengacu kepada Ilyasa (Yasiq) dan dia mendahulukannya daripada ajaran Allah, maka dia kafir dengan ijma kaum muslimin” (Al Bidayah Wan Nihayah: 13/119)

Dalam kitabnya yang lain, beliau mengatakan hal yang lebih tajam dari itu. Setelah menerangkan beberapa ajaran Ilyasiq (Alyasa/Iyasa) beliau mengatakan :

”Dan semuanya itu mengikuti syari’at Allah yang diturunkan kepada hamba-hamba-Nya, para nabi shalawat dan kesejahteraan atas mereka. Maka barangsiapa meninggalkan syari’at yang telah tegak yang diturunkan atas Muhammad bin Abdillah penutup para nabi, dan berhukum kepada hukum yang lain dari syari’at-syari’at (hukum) yang telah terhapus maka dia kafir, lalu bagaimana pula (terlebih lagi) dengan orang yang berhukum kepada Ilyasa, maka barangsiapa melakukan hal tersebut, dia telah Kafir berdasarkan Ijma’ kaum muslimin.

Allah Ta’ala berfirman yangartinya:

”Apakah Hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Al-Maidah : 50)

Dan Firman Allah :

”Maka demi Rabb (Tuham)mu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (An-Nisa:65).

Pernyataan tersebut cukup jelas tidak samar-samar, bahwa Ibnu Katsir Rahimahullah menyebut Ijma’ (konsensus) kaum Muslimin bahwa barangsiapa meningglkan hukum yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu hukum Islam, lalu berhukum dengan hukum lain yang telah terhapus/mansukh, yaitu hukum kafir, maka dia menjadi kafir. Jika berhukum dengan hukum yang terhapus, saja dalam hal ini misalnya Injil dan Taurat, yang tidak tercampur dengan hukum-hukum (syari’at) lain telah kafir, apalagi berhukum kepada hukum/syari’at yang tercampur dari berbagai syari’at, seperti hukum Ilyasiq dan mendahulukannya daripada hukum/syari’at Islam.

Ilyasiq Modern Sama Kufurnya

Setelah memahami Ilyasiq di masa Tartar, maka saat ini kita melihat banyak sekali Ilyasiq Modern, yakni setiap Undang-Undang atau Undang Undang Dasar, KUHP, dan lain-lain, dimana hukum itu diambil dari orang-orang Nashrani (seperti orang Belanda dengan KUHPnya), hukum adat, dan ada juga sebagian yang diambil dari Islam seperti masalah pernikahan. Tetapi pada prinsipnya, Ilyasiq Modern ini sama saja dengan Ilyasiq tempo dulu, yakni sebuah kompilasi hukum (gado-gado) dan tidak berdasarkan hukum yang diturunkan Allah SWT (syari’at Islam).
Hukum Ilyasiq Modern pun tidak jauh berbeda alias sama. Dengan demikian, siapa saja yang merujuk kepada hukum Ilyasiq Modern ini, maka iapun kafir dengan ijma kaum muslimin.
Orang-orang yang meyakini hukum Belanda, Inggris dan Perancis sebagai kebenaran sekaligus meyakini bahwa para pemberlaku dan penegak hukum-hukum Kafir itu sebagai Waliyul Amri (penguasa) yang wajib dita’ati, maka secara otomatis mereka pun akan terkena hukum kafir alias murtad.

Jihad, Solusi Menghapus Ilyasiq


Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata :

“Sebagian besar manusia bertanya-tanya dengan alasan apakah negara Tartar harus diperangi? Mereka telah masuk Islam dan tidak membangkang terhadap imam.”

Allah Maha Adil dan Berkehendak. Sepeninggal Jenghis Khan yang kejam dalam membantai kaum Muslimin, lahirlah dari keturunannya, yakni Qazan bin Arghun bin Abgha bin Hulako bin Luli bin Jenghis Khan, menjadi penguasa Tartar pertama yang memeluk Islam. Raja Qazan Bin Arghun masuk Islam di hadapan Amir Tuzun, rahimahullah, yang diikuti oleh rakyat Tartar. Peristiwa ini terjadi akhir tahun 694 H/1295 M dan dianggap sebagai hari yang besejarah.

Sayangnya keIslaman raja Qazan Bin Arghun tidak membuatnya berhenti memerangi kaum Muslimin dan meredam ambisinya untuk menguasai wilayah-wilayah kaum Muslimin, termasuk menerapkan kitab hukum kufur Ilyasiq.

Sebagaimana yang dikatakan Imam Ibnu Katsir, ras bangsa Tartar tergolong bangsa yang suka perang, berani, dan tegar dalam peperangan. Komunitas yang tinggal di Asia Tengah ini, diantara danau Baikal dan pengunungan Altani ini (diantara Rusia dan Cina) dikenal juga sebagai bangsa Mongol (bagian dari bangsa Tartar) memiliki sejarah panjang dalam memerangi kaum Muslimin.

Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah, rahimahullah, menjawab pertanyaan Imam Ibnu Katsir dengan mengatakan :

“Orang-orang Tartar tiada lain seperti orang-orang Khawarij yang membangkang dari Ali Bin Abu Thalib dan Muawiyah Bin Abu Sofyan. Orang-orang Khawarij berpendapat bahwa mereka lebih berhak dalam masalah Ke-khalifah-an daripada Ali Bin Abu Thalib dan Muawiyah Bin Abu Sofyan. Orang-orang Tartar juga berpendapat bahwa mereka lebih berhak menegakkan kebenaran daripada kaum Muslimin lainnya.”

Kalangan ulama dan rakyat puas dengan fatwa Ibnu Taimiyyah tersebut. Hati mereka ikhlas dan termotivasi untuk memerangi pasukan Tartar. Untuk menguatkan fatwanya, Ibnu Taimiyyah berkata :

“Jika kalian lihat saya berada di pihak pasukan Tartar dan di kepalaku terdapat Mushaf, maka bunuhlah aku!” (Al Bidayah wan Nihayah, Jilid XIV hal 24)

Fatwa jihad kepada penguasa Tartar yang dikeluarkan oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah dikarenakan penguasa Tartar telah kafir (meskipun mereka telah masuk Islam), karena mereka mengganti syari’at Islam dengan kitab Ilyasiq dan memaksakan penerapan Ilyasiq kepada rakyatnya. Kondisi ini dicatat dalam sejarah bahwa Tartar adalah kaum yang pertama kali menisbahkan diri sebagai orang-orang Islam tetapi berhukum dengan syari’at selain syari’at Islam, yakni berhukum dengan kitab Ilyasiq. Artinya, sebelum bangsa Tartar tidak pernah ada penguasa dalam Islam yang modelnya seperti penguasa Tartar. Ironisnya, di zaman modern ini fenomena penguasa yang mirip dengan penguasa Tartar ini malah marak bermunculan, yakni penguasa-penguasa yang mengaku beragama Islam tetapi membuat dan menjalankan syari’at toghut, bukan syari’at Islam. Nau’dzubillah min dzalik.

Kitab-kitab sejarah mencatat bagaimana peran Syekhul Islam dalam berjihad melawan penguasa Tartar. Beliau tampil sebagai seorang mujahid yang gagah berani disamping keilmuannya yang tinggi. Beliau mengerahkan seluruh kemampuan dan potensi yang dimilikinya untuk mengkondisikan suasana hingga pihak musuh berhenti memerangi mereka atau memenangkan pertarungan.

Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah menunjukkan kepada kaum muslimin bagaimana seharusnya bersikap kepada penguasa kufur dan para agresor. Beliau menghimbau dan menyemangati kaum muslimin untuk berjihad. Beliau pun tidak hanya sekedar menghimbau dan menyerukan jihad, ketika perang tengah berkecamuk, maka beliau menjadi seorang prajurit yang kesatria.

Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah setiap malam berjalan mengelilingi benteng pertahanan mengajak kaum muslimin berjihad dan memotivasi mereka agar mereka sabar. Beliau selalu mengingatkan mereka akan ayat-ayat Al Qur’an tentang jihad. Beliau juga memobilisasi dana untuk jihad di jalan Allah dan mempertahankan wilayah kaum Muslimin dan menjaga harta mereka. Beliau mengatakan : “Jika kalian infakkan dana kalian di jalan Allah untuk mengusir musuh, maka itu lebih baik bagi kalian dan lebih besar pahalanya. Beliau menegaskan bahwa jihad melawan pasukan Tartar hukumnya wajib bagi setiap yang mampu.”

Kini, fenomena Ilyasiq modern mengepung kaum Muslimin. Sebagaimana hukum Ilyasiq di masa lalu, maka hukum Ilyasiq Modern pun sama. Jihad memerangi kitab Ilyasiq ini pun harus menjadi opini kaum muslimin. Kaum muslimin harus merasa memiliki tanggung jawab terhadap masalah ini, sehingga tidak hanya dipikul oleh kelompok-kelompok tertentu saja.

Tentu saja, perjuangan ini tidak mudah dan membutuhkan kesabaran. Tahap awal yang patut dilakukan adalah memberikan bayan (penjelasan) atau penyampaian masalah ini secara jelas, karena perlu penyadaran terhadap masyarakat tentang kenapa penguasa negeri ini dikatakan sebagai penguasa kafir.

Wallahu’alam bis showab!


Rajawali Jenghis Khan

Suatu kali, Jenghis Khan, panglima perang yang sangat terkenal dari Mongolia, beristirahat di suatu tepian air terjun kecil bersama dengan burung rajawalinya yang selalu ikut di setiap pertempuran. Tiba-tiba ia mulai merasa haus, lalu ia bangkit kemudian membawa pundi tanah liat tempat minumnya untuk mengambil air dari air terjun kecil yang ada di dekatnya. Ketika ia hendak menampung air, tiba-tiba burung rajawalinya menyambar pundi tersebut hingga terpental. Sang Panglima kaget luar biasa, tidak pernah sang rajawali yang setia menyambar minumnya. "Ah, mungkin ia sedang bercanda," gumamnya dalam hati.

Lalu ia kembali mengambil air dengan menggunakan pundi yang sudah jatuh tadi. Lagi-lagi sang rajawali menyambar dari arah berlawanan sehingga pudi tersebut terpental sangat jauh. Jenghis Khan yang haus semakin jengkel. Pikirnya, ini bukan bercanda lagi, melainkan sudah melecehkan tuannya. Disertai amarah yang besar, sang panglima mengancam akan membunuh burung rajawalinya bila ia kembali mengganggu dirinya. Jenghis Khan pun kembali menampung air untuk ketiga kalinya. Air baru terisi seperempat pundi, tanpa disangka-sangka dari arah belakang sang rajawali menyambar lagi pundinya, sehingga pundi tersebut terbanting pecah. Jenghis Khan marah luar biasa, disertai emosi yang meluap-luap diayunkannya pedangnya dan ditebaskannya pada burung rajawalinya yang masih terbang rendah. Seketika itu pula, sang rajawali pun terkulai lemah dengan kepala terpisah dari tubuhnya.

Setelah puas melampiaskan kemarahannya, sang panglima naik ke punggung tebing tempat di mana terdapat sumber mata air untuk minum sekaligus melihat-lihat keadaan di sekitarnya. Begitu sampai di atas, betapa kagetnya sang panglima karena ternyata di mata air tersebut tergeletak bangkai seekor binatang yang sudah membusuk. Dia menjadi sadar, bahwa sejak tadi si burung rajawali telah berusaha memberitahukan dirinya bahwa air yang akan diminum tersebut telah tercemar bangkai binatang. Lunglailah Jenghis Khan. Tiba-tiba rasa hausnya hilang menatap rajawalinya yang setia telah mati oleh perbuatannya sendiri. Dilepaskannya pakaian perangnya, lalu dibungkuskannya pada burung rajawalinya, kemudian dikuburkan dalam upacara kemiliteran.

Sebagai panglima, ia bisa mengalahkan ribuan musuh dan menjadi sangat terkenal, namun ia tidak dapat menguasai dan mengalahkan dirinya sendiri.



Tidak ada komentar: