Kamis, 29 Januari 2009

Rahasia Sukses Bangsa China

Mengapa Bangsa China Maju Pesat?



Budaya China dan masyarakatnya, tak pelak, merupakan kisah sukses yang paling terkenal. Maju pesatnya perekonomian China sejak beberapa tahun lalu menunjukkan bahwa “Sang Naga” memang tengah menggeliat, baru bangun dari tidur panjangnya.Sebagaimana diketahui, kini banyak barang produksi China telah merambah Asia, Afrika, dan Amerika Selatan, bahkan memasuki AS dan Eropa, negara yang dikenal paling ketat dalam mengawasi produk-produk luar. Tidak heran, PBB menganggap China sebagai negara yang paling pesat pertumbuhan ekonominya.

Sebenarnya, kesuksesan China sudah berlangsung sejak lama. Jauh sebelum abad Masehi, masyarakat purba China sudah mampu menemukan peralatan penting, seperti kompas, kertas, dan kode biner komputer. Para pakar Barat memang mengakui bahwa budaya China tidak tertandingi dalam sejarah umat manusia. Budaya tersebut memiliki banyak sekali rahasia tentang motivasi dan kesuksesan sejak zaman dulu hingga zaman sekarang.

Mereka percaya budaya China berlangsung sepanjang masa. Bukti konkretnya adalah manakala peradaban-peradaban kuno lain seperti Sumeria, Babylonia, Mesir, Romawi, dan Yunani timbul tenggelam ditelan waktu, budaya China tetap bertahan terus. Peradaban China dikatakan “memiliki haluan untuk bersemi kembali setelah mengalami kemunduran” (Keajaiban Seni Motivasi Bangsa Cina Kuno, 2007).

Konon, ketika para kaisar saling mengalahkan satu sama lain, mereka cenderung merusak budaya dari pihak yang kalah. Namun hal seperti itu justru tidak terjadi ketika Mongol dan Manchu mengalahkan China. Sebagai gantinya, budaya China “memenangkan” mereka. Dalam hal ini, kebudayaan China malah dilestarikan dan dikembangkan.

Budaya China bertahan begitu lama karena kuat, praktis, dan penuh kearifan. Apalagi didukung para pemimpin China yang hampir selalu mempelajari jiwa manusia dan menulis beberapa teks kuno, seperti I Ching dan Tung Shu. Dari masa kuno juga terwariskan buku-buku tentang filsafat Tao dan filsafat Sun Tzu yang amat terkenal.

Teks-teks kuno itu mampu memberikan wawasan, pedoman, aturan, dan prinsip tentang kesuksesan, pengelolaan usaha, perkimpoian, keluarga, pendirian negara, strategi, bahkan perang. Hasil-hasilnya terlihat jelas bahwa rakyat China adalah orang-orang yang luar biasa dalam praktik, mampu beradaptasi, dan selalu sukses hampir di semua perjalanan hidup mereka di seantero dunia. Mereka bukan saja menjadi penguasa perekonomian baru, tetapi juga berjaya di bidang ilmu pengetahuan dan olahraga.

Adaptasi

Budaya China memang sempat mengalami kemunduran karena pengaruh Barat, seperti akibat Perang Candu dan Perang Dunia II. Namun karena kemampuan beradaptasi dan masyarakatnya berjiwa avonturir, budaya China justru semakin berkembang luas di seluruh dunia.

Hal yang amat nyata diperlihatkan oleh hadirnya China Town di berbagai negara, termasuk Pecinan di Indonesia. Adanya China Town tentu saja merupakan bukti keberhasilan bisnis China di wilayah itu.
Kemampuan adaptasi orang China juga terlihat dari kemampuan mereka membuat makanan dalam bentuk apa saja yang mengesankan. Dulu, misalnya, di pantai-pantai Eropa banyak sekali terlihat kepiting berlari-lari di atas pasir. Ketika air laut surut, banyak kerang menempel di batu-batu karang. Dengan riang orang-orang China menangkapi kepiting dan mengambili kerang lalu memasaknya sebagai makanan yang lezat dan bergizi.
Hal ini sebelumnya tidak terbayangkan oleh bangsa Eropa bahwa sesungguhnya kepiting dan kerang bisa dimakan. Kemampuan orang China untuk mengubah sebagian besar apa saja menjadi makanan enak dan mahal merupakan kisah legendaris, sekaligus bukti dari kemampuan adaptasi pikiran dan perasaan mereka.
Konon, rahasia utama budaya China adalah memadukan pelajaran tentang motivasinya dengan seni pada berbagai benda yang indah dan rumit. Artinya, filosofi motivasi China diterjemahkan ke dalam sesuatu yang memiliki daya tarik, gaib, dan mistis.

Dengan demikian motivasi China banyak mengandung kecerdasan sehingga dipandang memiliki corak yang indah dan cemerlang. Selain itu, para pemimpin China kuno mencurahkan beberapa ungkapan dan simbol guna menekankan betapa pentingnya kemampuan otak. Ini ditandai dengan betapa banyaknya karakter dalam huruf Kanji dimana setiap huruf mengandung makna tersendiri.

Simbolisasi sering dipakai untuk memberi motivasi. Ikan mas, misalnya, dipercaya adalah simbol ketekunan. Menurut filosofi China purba, “dengan ketekunan, orang bodoh sekalipun bisa menyingkirkan gunung”. Masih banyak simbol lain yang dikenal, seperti tentang kekayaan, nasib, dan keberuntungan.
Ternyata, simbol-simbol keberkahan yang penuh cemerlang itu menciptakan pandangan yang optimistis tentang kekayaan dan keberuntungan, yang hampir tidak jelas menciptakan keinginan di dalam pola pikir untuk menjadi kaya dan sukses.

Kemampuan adaptasi dan motivasi yang dilakukan masyarakat China banyak mengilhami peneliti-peneliti Barat. Untuk itu sejak abad XVIII mereka giat menerjemahkan teks-teks kuno China.
Berkat merekalah kini masyarakat modern di seluruh penjuru dunia mengenal feng shui (ilmu tata letak bangunan), akupunktur, akupresur, dan refleksiologi (ilmu pengobatan), teori yin yang (keseimbangan hidup), dan berbagai ilmu ramalan.

Leluhur

Masyarakat China kuno percaya keutuhan keluarga merupakan kunci utama kesuksesan. Begitu pula bakti kepada leluhur. Mereka sering “menerjemahkannya” lewat puisi, seperti puisi berikut: Andaikan ayah dan anak bersatu/Gunung-gunung menjadi batu permata/Andaikan jantung kakak beradik sama/Bumi pun bisa menjadi emas.

Puisi ini menyiratkan kesan bahwa harus ada kerja keras di antara manusia. Begitulah, puisi-puisi seperti inilah yang mampu menjadi motivator kemajuan bangsa dan negara.
Perhatian masyarakat China terhadap keluarga dan leluhur tercermin pada kesetiaan mereka merawat makam-makam kerabat. Bahkan ada yang memperlakukannya secara berlebihan.
Sementara itu, kaisar-kaisar zaman dulu banyak mewariskan kenangan leluhur yang mulia. Menurut penulis buku tentang China, Ong Tang, meskipun sering disalahgunakan, namun warisan-warisan tersebut mengandung rahasia kesuksesan akhir yang sangat mengagumkan.

Pemujaan kepada leluhur sering dikaitkan dengan festival. Pada masa kuno festival memiliki arti khusus karena dihubungkan dengan pemujaan untuk mengenang para dewa. Menurut orang-orang bijak zaman dulu, termasuk Konghucu (Confucius), bangsa yang mengabaikan perayaan-perayaan festival utama akan terancam binasa. Alasannya adalah orang ingin menikmati kesenangan dan lagi pula festival dapat menyatukan rakyat bersama-sama, terutama dengan para pemimpinnya.

Sampai kini mungkin masih banyak rahasia tersembunyi di China. Tak heran seorang nabi besar pernah berkata, “Kejarlah ilmu sampai ke negeri China”. Bagaimana dengan kita?
Memang, kunci utama kesuksesan relatif sama pada semua bangsa, yakni ketekunan, keuletan, kejujuran, kerja keras, dan keberuntungan. Namun mengapa bangsa China memiliki keunggulan?

Dan “mengapa” China mampu menghasilkan produk sedemikian banyak, bagus, dan murah.
Dikatakan, sebab penting kehebatan China adalah karena “jaring laba-laba” keluarga. Pedagang-pedagang dari China berhasil menembus pasar karena memanfaatkan jaring-jaring ini “baik di dalam negeri maupun di luar negeri”. Lalu dikatakan, “Umumnya orang China begitu erat rasa persaudaraannya. Nama marga mempererat persatuan dan amat membuka peluang kerja sama. Tak heran, orang China hanya memercayakan usahanya kepada bangsanya sendiri”.

Argumen seperti ini sering dikemukakan banyak penulis. Penanam modal ter-besar di China bukan orang dari Jepang atau Amerika, tetapi “orang China perantauan” (overseas Chinese). Siapa mereka? Mereka adalah orang China dari Taiwan dan Hongkong. Belum jelas, apakah orang China Asia Tenggara juga membawa modalnya ke China dalam jumlah besar. Cultural proximity ini sering dipakai untuk menjelaskan mengapa modal dari Taiwan dan Hongkong masuk daratan China.

Selain itu, dilontarkan argumen tambahan, yaitu pengusaha China sedemikian “percaya” satu sama lain. ‘Artinya, konsumen tinggal menghubungi via telepon dan pedagang dengan cepat mengirim barang sesuai pesanan. Kejujuran dipegang teguh meski konsumen belum memberikan uangnya”. Pernyataan ini harus dikoreksi: bukan antara pedagang dan konsumen, tetapi antarpedagang, ada saling percaya, terutama dalam hal kredit. Pengusaha China terkenal karena trust yang tinggi sehingga mereka dapat merebut peluang sekecil apa pun. Pada saat ada kesempatan dan modal yang diperoleh dengan cepat, mereka segera merebut kesempatan itu.

“Trust”

Trust antarpedagang China ini menarik perhatian banyak sosiolog. Mereka sendiri memakai istilah guanxi (hubungan) guna menjelaskan gejala trust antarmereka. Guanxi ini sebenarnya tidak terbatas pada hubungan kekeluargaan saja.
Hubungan-hubungan lain yang bisa menimbulkan GuanXi misalnya kesamaan asal daerah (desa, kabupaten, provinsi), kesamaan sekolah (alumni), dan persahabatan. Pilih salah satu dari variabel itu. dan Anda akan menemukan dasar bagi GuanXi.
Dalam peribahasa China dikatakan: jiali kao fumu, chumen kao pengyou. “Di rumah orang bersandar pada bapak-ibu, di luar rumah orang menggantungkan diri pada sahabat”. Persahabatan di China dijunjung tinggi. Salah satu dari lima hubungan ajar-an Konfusius (wu tun) adalah hubungan antarsahabat. Jika orang China suka pada seseorang, ia akan cepat mengatakan pengyou (sobat). Jika sungguh suka dan percaya, ia akan memakai istilah lao pengyou (sobat lama).

Trust ini lain dibanding trust yang dibangun dalam institusi modern. Kehidupan modern, termasuk ekonomi, tidak bisa bertahan jika tidak ada trust. Dapat dikatakan trust di dunia modern diletakkan berdasar kepastian hukum. Namun trust di kalangan orang China dibangun atas dasar yang berbeda. Trust di kalangan orang China didasarkan kekeluargaan, kedaerahan, alumni sekolah, dan persahabatan.

Orang akan mengatakan, trust yang didasarkan atas hukum lebih “terbuka” di-banding yang didasarkan faktor-faktor di atas. Tidak mungkin membangun trust dengan orang China jika bukan berasal dari keluarga, daerah, atau alumni sekolah! Masih ada peluang lain, lewat hubungan persahabatan (pengyou). Dalam banyak legenda dari China dilukiskan banyak hubungan persahabatan yang mengharukan. Sampai hari ini pun sering ditemukan banyak persahabatan antarorang China yang erat, bahkan sama atau melebihi hubungan dengan anggota keluarga.

Indonesia juga

Pembicaraan tentang trust dan guanxi sebenarnya menggugat semua teori hubungan transaksi yang didasarkan atas teori hubungan pasar. Dalam situasi pasar, semua individu adalah rival atau kompetitor yang bersaing, bahkan bersaing dengan tidak jujur. Karena itu, semua transaksi harus didasarkan atas secarik kertas yang berisi kontrak, hitam atas putih, yang dijamin negara sebagai pemegang alat pemaksa yang sah.
Akibatnya orang menjadi musuh bagi orang lain. Hubungan keluarga, kedaerahan, sekolah, dan persahabatan, semua dianggap tidak relevan. Saudara dan saudara bisa saling menggugat di pengadilan, sahabat dan sahabat bisa terlibat pengadilan bertele-tele. Yang penting, kepentingan pribadi (self-interest) harus menang lewat kompetisi bengis di tengah pasar.

Kultur China justru mengajarkan kebalikannya. Boleh ada pasar, tetapi hubungan balk antarmanusia tetap jalan. Boleh ada persaingan, tetapi tolong-menolong antarkeluarga, orang sedaerah, satu alumni, dan sahabat tidak boleh dilupakan. Pasar selalu embedded, tidak mengalahkan guanxi. Bisa saja dikatakan hal ini akan menimbulkan nepotisme dan kolusi, tetapi dibuktikan empiris, guanxi mendukung pertumbuhan dahsyat ekonomi China.

Apakah di Indonesia tidak ada fenomena yang sama? Ada, dan mirip. Kekeluargaan penting, kedaerahan, bahkan hubungan alumni juga penting. Lihat pasar-pasar di Jakarta yang didominasi berbagai suku, juga kantor-kantor pemerintah maupun swasta penuh alumni universitas tertentu. Semangat “tolong-menolong” dan “gotong royong” masih ada, belum hilang. Ada kekhawatiran, ini dapat menimbulkan korupsi, tetapi mengapa tidak bisa sebaliknya, menimbulkan social capital seperti di kalangan orang China?
Mungkin kini orang Indonesia sedang lupa jati diri, bingung, dan memakai aneka “teori” aneh, yang justru memperlemah semangat membangun bangsa.

1 komentar:

Paulus Cahyatama mengatakan...

artikelnya bapak bagus sekali. saya suka membacanya. kalimat favorit saya: "Mungkin kini orang Indonesia sedang lupa jati diri, bingung, dan memakai aneka “teori” aneh, yang justru memperlemah semangat membangun bangsa."
kapan ya pak, kondisi "sedang lupa" dapat berganti dengan ingat?
semoga yang ingat, akan terus memakai prinsip tersebut seumur hidup dan jangan sampai dalam kondisi "sedang lupa" tersebut..