Sunday, June 17, 2007
Islam Radikal di Solo dari Kelompok Muslim Modernis (Tulisan Pertama)
24-5-2007
Oleh : ROBI SUGARA/SYIRAH
Nama Ismail Yahya tak begitu populer di kancah nasional. Apalagi soal isu-isu gerakan Islam radikal di Indonesia. Tapi pria kelahiran Riau, 9 April 1975 ini pernah meneliti gerakan Islam di Surakarta. Di antaranya Islam Radikal di Surakarta dan respon masyarakat Kristen yang sekaligus dijadikan tesisnya. Kemudian, lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Program Center for Religious anda Cross Cultural Studies (CRCS) pernah meneliti juga soal “Ancaman Kelompok Radikal Muslim di Surakarta antara Mitos atau Relitas”.
Dalam sejarah gerakan Islam di Indonesia Surakarta merupakan salah satu kota terpenting. Karena dari sinilah lahir Syarikat Dagang Islam pada tahun 1905, sebuah gerakan Islam terorganisir pertama dalam sejarah Indonesia. Saat ini berbagai gerakan Islam juga meruyak di sana yang dipelopori oleh berbagai organisasi yang beraneka ragam alirannya, terutama kelompok radikal.
Untuk mengikuti lebih lanjut soal kondisi gerakan Islam di Solo, berikut petikaan wawancara antara Robi Sugara, kontributor Syirah, pada 23 Mei 2007 dengan Ismail Yahya yang juga lulusan IAIN Walisongo Semarang dan saat ini beliau adalah dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Surakarta.
Secara umum bagaimana gerakan organisasi Islam di Solo, Jawa Tengah, jika dilihat dari mulai perkembangan dan hingga kini?
Gerakan organisasi Islam di Solo bermula pada tahun 1905 berdiri Serikat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh pengusaha batik Solo, dengan ketuanya H. Samanhudi, kemudian berubah menjadi Sarekat Islam (SI). Selama masa masa awal kemunculannya SI selalu mengedepankan semangat nasionalisme Islam Jawa untuk menggalang dukungan dari kalangan rakyat.
Maka wajar kemudian SI sering terlibat dalam gerakan protes, baik pada pemerintahan kolonial maupun pada pihak keraton Surakarta Hadiningrat. Setelah kantor pusat SI pindah ke Surabaya, SI Solo, lebih cenderung pada gerakan Islam Marxis yang dibawa oleh Haji Misbah. Gerakannya tetap menyuarakan pembelaan pada kaum tertindas.
Pada saat yang sama setelah tahun 1912 Muhammadiyah berdiri di Jogjakarta, di Solo Muhammadiyah berkembang dengan pesat. Mereka banyak mendirikan pusat-pusat pengajaran dan klinik kesehatan. Di tahun 1935 kota Solo digunakan sebagai tempat muktamar NU (Nahdlatul Ulama) ke-10 yang sekaligus menandai gesekan konflik baru antara Muhammadiyah dengan NU yang lebih sinkretis.
Pasca kemerdekaan gerakan Islam di Solo lebih terpengaruh pada kondisi dan isu nasional. Hal ini berlangsung sampai pada tahun 1998 ketika terjadi momentum reformasi. Gerakan Islam di Solo terbagi menjadi dua bagian besar. Pertama yang moderat dan kedua yang radikal. Yang moderat diwakili oleh NU dan Muhammadiyah sedangkan yang "radikal" diwakili MMI, HTI, FPIS, LUIS dan FKAM
Bisa Anda sebutkan berapa jumlah organisasi Islam di Solo saat ini?
Kalau menyebut jumlah pastinya agak sulit. Tapi mengikuti pemetaan yang umum berlaku misalnya saya sebutkan, pertama: Organisasi mainstream moderat yaitu, NU dan organisasi-organisais yang berafiliasi ke-Nu seperti Lembaga Dakwah NU (LDNU), Serikat Buruh Muslim Indonesia (SARBUMUSI), Lajnah Kajian Dan Pemberdayaan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM-NU), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Muslimat, Fatayat, Jamaah Thariqoh Mu’tabarah An Nahdhiyah, IPPNU-IPNU, Ansor, Banser dan Ikatan Cendekiawan NU (ICNU).
Kedua, Muhammadiyah dan organisasi yang berafiliasi ke Muhammadiyah, seperti Pemuda Muhammadiyah, Aisyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Ikatan remaja Muhammadiyah (IRM), dan JIMM (jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah)
Kemudian, organisasi non mainstream dianggap “sempalan” seperti Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Inkarus Sunnah. Kusus. LDII ini memiliki cabang yang tersebar secara merata di Surakarta.
Selain itu, ada organisasi non mainstream yang dianggap "radikal" misalkan FPIS (Front Pemuda Islam Surakarta), bukan Front Pembela Islam-nya Habib Rizieq Shihab, sebab FPIS didirikan di Solo dan tidak ada keterkaitan dengan FPI-nya Habib Rizieq, FKAM (Forum Komunikasi Antar Masjid), LUIS (Laskar Umat Islam Surakarta), Laskar Hizbullah Sunan Bonang, Laskar Hizbullah Bulan Bintang, Barisan Bismillah, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI)
Siapa organisasi yang paling dominan berperan di Solo?
Kalau disebut paling dominan mungkin akan bersifat relatif, sebab masing-masing organisasi memiliki tingkat dominasi yang berbeda pada sektor yang berbeda pula. Misalnya Muhammadiyah memiliki dominasi yang kuat di bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Jumlah sekolah Muhammadiyah di Surakarta banyak sekali mulai dari TK, MI/SD, SMP/MTS, MA/ SMA/SMK sampai perguruan tinggi ada. Bahkan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) merupakan perguruan tinggi swasta paling besar di Surakarta.
Di bidang kesehatan Muhammadiyah memiliki PKU Muhammadiyah yang merupakan rumah sakit besar, disamping Muhammadiyah juga memiliki klinik klinik-kesehatan yang tersebar di berbagai tempat di Surakarta. Demikian juga jaringan ekonomi Muhammadiyah sangat bagus dan terbukti telah mampu memberi konstribusi positif bagi peningkatan kesejahteraan anggotanya.
Kalau NU lebih dominan pada adat, tradisi dan kemasyarakatannya. Hal ini didukung oleh paham keagamaan NU yang fleksibel dan mampu berakulturasi dengan budaya Jawa khusunya Surakarta. Sedangkan kelompok lain seperti MTA (Majelis Tafsir Al-Qur’an) dipimpin oleh H. Ahmad Sukina, dominan pada bidang penerbitan dan dakwah lewat radio MTA. Jadi masing masing organisasi memiliki dominasi yang berbeda pada sector yang berbeda pula, tetapi dalam pencitraan di Surakarta organisasi Muhammadiyah dan MTA yang paling berhasil.
Anda pernah meneliti soal gerakan Islam radikal di Solo, hasilnya?
Saya pernah meneliti beberapa gerakan Islam radikal, di antaranya, Front Pemuda Islam Surakarta (FPIS), Forum Komunikasi Aktivis Masjid (FKAM)-Laskar Jundullah, Barisan Bismillah (BB), Brigade Hizbullah Partai Bulan Bintang (BHPBB), dan Gerakan Pemuda Islam Cabang Surakarta (GPI).
Saya melihat model kepemimpinan mereka secara umum kepemimpinan kelompok radikal Muslim di Surakarta didominasi oleh kelompok non-ulama dan berasal usul dari etnis Jawa. Terdidik dari latar belakang pendidikan non agama, sementara mereka memperoleh pengetahuan agama dari kelompok pengajian agama, bukan dari lembaga pendidikan formal keagamaan seperti pesantren atau madrasah. Dan kebanyakan dari mereka juga dikategorikan ke dalam kelompok muslim modernis.
Anda melihat kemunculan organisasi itu lebih pada faktor apa?
Untuk FPIS saya melihat respons terhadap konflik Muslim-Kristen di kepulauan Maluku; respons terhadap praktek-praktek maksiat; reaksi terhadap “serangan” satgas partai politik tertentu; reaksi terhadap kelompok kriminal dan preman; perlawanan terhadap “Kristenisasi.”
Kemudian FKAM adalah respons terhadap instabilitas ketika jatuhnya pemerintahan Orde Baru; dan membangkitkan rasa percaya diri orang Islam Surakarta. Barisan Bismillah adalah respons terhadap konflik Muslim-Kristen di Maluku; dan sebagai penjaga ummah Muslim. Barisan Hizbullan Bulan Bintang karena untuk menjaga PBB (Partai Bulan Bintang) dan umat Islam. GPI untuk menjadi wadah pergerakan generasi muda Muslim independen. Dan sementara Laskar Hisbullah Sunan Bonang untuk mempertahakan Islam dan “perang” terhadap kemaksiatan dan perilaku immoral.
Rabu, 08 Oktober 2008
Funamentalis solo 1
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar