Jumat, 26 September 2008

pimpinan partai

Articles
Monday, June 27, 2005 - 11:14 AM (531 Reads)
Presiden PKS: "Tarbiyah, Menjaga Moral dan Semangat Berpartai"
www.pks-jakarta.or.id
Send this story to someone Printer-friendly page

Kompas-TIDAK banyak warga masyarakat yang tahu bahwa Partai Keadilan Sejahtera sedang melakukan penggantian pemimpin partai. Partai ini berbeda dengan partai politik lain yang secara terbuka menyebarkan informasi, bahkan mempertontonkan bagaimana proses penggantian pemimpin partai berlangsung. Di partai ini penggantian pemimpin seperti hanya menjadi persoalan internal yang tidak begitu signifikan bagi masyarakat.

PROSES penggantian pemimpin dimulai dengan melakukan pemilihan umum raya untuk memilih anggota Majelis Syuro. Proses pemilihan pemimpin partai sudah dimulai sejak Desember tahun lalu dan diikuti seluruh kader partai.

Di Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Majelis Syuro merupakan lembaga tertinggi partai. Setelah anggota Majelis Syuro terpilih, mereka memiliki tugas untuk memilih ketua Majelis Syuro dan tiga wakil Majelis Syuro. Ketiga wakil Majelis Syuro inilah yang nantinya menjadi Presiden PKS, Ketua Majelis Pertimbangan Partai, dan Ketua Dewan Syariah. Selain itu, Majelis Syuro juga memilih dua orang lagi untuk menjadi sekretaris jenderal dan bendahara.

Setelah bersyuro selama hampir tiga hari, pada pertengahan Mei, Majelis Syuro memutuskan untuk memilih KH Hilmi Aminuddin sebagai Ketua Majelis Syuro, Tifatul Sembiring sebagai presiden partai, Surahman Hidayat sebagai Ketua Dewan Syariah Pusat, Suharna Supranata sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Pusat, Muhammad Anis Matta sebagai sekretaris jenderal, dan Mahfudz Abdurrahman sebagai bendahara umum.

Melihat banyaknya persoalan internal yang melanda partai politik dan kader partai, Presiden PKS Tifatul Sembiring harus serius menata pengaderan partai. Ia mengakui tidak mudah menjaga stamina partai, pengurus, dan kader untuk tetap punya semangat berpartai.

Namun, Tifatul meyakini PKS mempunyai strategi yang mungkin tidak dimiliki partai lain, yaitu pertemuan rutin tiap minggu bagi pengurus dan kader partai. ”Taklim rutin setiap minggu ini penting untuk menjaga konsolidasi dan menjaga voltase moral. Tanpa itu kami kehilangan segalanya. Itulah yang kami sebut sebagai tarbiyah,” ujarnya ketika ditemui Kompas di Kantor Pusat PKS beberapa waktu lalu. Berikut petikan pembicaraannya:

Dalam sejarah partai Islam di Indonesia, begitu partai menjadi besar, kekompakan partai mulai goyah bahkan kemudian pecah. Bagaimana PKS menjaga keutuhan partai?

Tantangan untuk tidak pecah memang tantangan sejarah yang berat. Namun, saya pikir ini hanyalah soal komunikasi di level pimpinan. Komunikasi di tingkat pimpinan itu harus intensif. Kalau sudah tidak saling berkomunikasi, sering muncul dugaan atau prasangka jelek, sehingga mana mungkin bisa memunculkan rasa solidaritas jika ada prasangka buruk.

Secara praktis apa yang dilakukan untuk membangun solidaritas?

Kami di PKS biasa bersikap egaliter sehingga tidak memunculkan sikap ewuh-pakewuh yang bisa menimbulkan gerundelan yang menumpuk dan pecah menjadi amarah. Dengan bersikap egaliter, maka tidak ada persoalan terpendam. Kami juga biasa saling memberikan klarifikasi, bahkan untuk perbaiki paviliun rumah yang mau roboh saja, misalnya, kami biasa bilang bahwa paviliun rumah kami sudah mau roboh jadi perlu diperbaiki. Karena itulah, jika kemudian di luar muncul tuduhan negatif, maka di antara pengurus sendiri sudah saling mengerti duduk soalnya.

Inilah yang kami lakukan untuk membangun solidaritas. Kami juga sering turun ke bawah dan mengomunikasikan segala sesuatu dengan kader di bawah. Kami juga selalu menekankan kepada anggota DPR, DPRD, bahwa keberadaan di lembaga legislatif ini karena perjuangan kader, keringat, dan darah dari kader partai di bawah yang mungkin tidak mendapatkan apa-apa. Kesadaran kolektif inilah yang coba kami bangun bersama, bahwa secara individual kami bukan apa-apa tanpa sistem yang baik, dan tanpa kader yang loyal, serta masyarakat simpatisan yang mau memberikan suaranya kepada PKS.

SEBAGAI sebuah partai politik, PKS juga mengidentifikasi berbagai permasalahan bangsa. PKS pun mencoba menawarkan alternatif.

Menurut Anda, apa masalah terbesar yang dihadapi bangsa ini, dan apa solusi yang ditawarkan PKS?

Masalah paling besar yang dihadapi bangsa adalah soal moral. Moral yang baik itu harus dimulai dari penyelenggara negara, kemudian diikuti elite-elite negara yang lainnya, seperti pemimpin partai, pemimpin lembaga negara lainnya, dan termasuk juga lembaga swadaya masyarakat. Jika moral para pemimpin baik, insya Allah akan memengaruhi sikap dan tindakan mereka dalam mengambil tindakan dan bermasyarakat.

Pemerintahan sering dianggap lamban dan belum menunjukkan kinerja serius dalam mengungkap kasus korupsi, padahal PKS telah membantu memberikan garansi kepada pemerintahan ini bahwa pemerintahan ini bisa lebih baik dan bebas korupsi. Pandangan Anda?

Sebetulnya sudah ada pertemuan rutin dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla untuk mendesakkan pemberantasan korupsi. Dan memang, tempo hari masa 100 hari pertama memang belum terlihat gebrakannya. PKS sudah memberikan komentar keras soal kinerja pemerintah dalam menangani kasus korupsi. Misalnya soal kinerja Jaksa Agung yang memang lambat dalam menangani kasus korupsi dan seolah tidak berani mengambil langkah.

Andainya saja Jaksa Agung dapat menyadari dengan baik bahwa ungkapan ustadz di kampung maling itu sebetulnya ada benarnya juga, mungkin akan membuat jaksa agung introspeksi diri. Saat ini saya melihat belum ada koordinasi yang baik antara tekad Jaksa Agung dan jajarannya dalam menumpas korupsi dan penegakan hukum di Indonesia.

Kita juga sudah sering kali memanfaatkan pertemuan dengan SBY untuk mendorong kerja lebih konkret untuk pemberantasan korupsi. Presiden harus lebih berani menindak pelaku korupsi melalui mekanisme hukum yang ada. Alhamdulillah, presiden sendiri sudah bertindak sebagai penjamin tim pemberantas korupsi yang dibentuknya.

Memang sekarang belum terlihat hasilnya, tetapi gebrakan pemberantasan korupsi itu sebenarnya sudah dimulai meskipun belum menyeluruh. Namun, paling tidak, usaha pemberantasan korupsi yang dimulai di KPK, pembentukan Tipikor, dan sudah mulai membuka sejumlah kasus korupsi, bisa dijadikan langkah awal yang baik.

Usaha membongkar kasus Bank Mandiri, BNI, BRI, Jamsostek, PLN, KPU, dana haji, dan sebagainya ini mungkin akan memberikan inspirasi bagi penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Meskipun mungkin baru terkesan sekadar simbol, kita harus beri mereka kesempatan untuk bekerja. Keseriusan lembaga pemberantas korupsi, misalnya, akan membuktikan keseriusan kinerja pemerintah untuk memberantas korupsi.

PKS punya harapan seandainya saja Jaksa Agung lebih berani lagi bertindak, maka pemberantasan korupsi akan lebih cepat. Kalau saja kami yang pegang Jaksa Agung, mungkin bisa kami tuntaskan dalam setahun. Tetapi sayangnya itu tidak diberikan kepada PKS, selain PKS memang tidak menuntut sebuah posisi tertentu dalam kabinet lalu, tetapi serius untuk mendorong usaha pemberantasan korupsi.

Perekonomian saat ini dikritik karena berkembang ke arah neo-liberalisme. Bagaimana pandangan dan saran Anda?

Perekonomian secara teoretis memang sering dikatakan sebagai liberal dengan logika kapitalisme, dan sering kali dilawankan dengan sosialisme. Namun, kiblat ekonomi semacam ini dalam praktiknya mungkin tidak terlihat jelas batas-batasnya. Termasuk di Indonesia, sebetulnya warna ekonomi kita itu tidak jelas dan sering kali tertarik ke sana-kemari. Kalaupun kita melihat ekonomi kerakyatan, tidak sepenuhnya juga memerhatikan rakyat, itulah kenyataan yang harus kita hadapi saat ini.

Contoh konkret yang pernah diusulkan PKS kepada pemerintah adalah saran agar pemerintah menyediakan supermarket pemerintah. Supermarket pemerintah itu menjual delapan kebutuhan pokok. Jadi, begitu harga di tempat lain meningkat, pemerintah bisa menurunkan harga melalui supermarketnya, sehingga masyarakat berbondong-bondong ke supermarket pemerintah, dan implikasinya supermarket yang mahal itu sepi sehingga harga bisa turun lagi.

Contoh lain, pemerintah dapat mendirikan areal terbuka di kota besar yang free tax dan charge. Lokasi usaha bebas pajak dan pungutan ini disediakan khusus bagi pedagang kecil. Pasalnya, pedagang kecil ini modalnya kecil, dan untungnya belum tentu. Namun, meskipun untung kecil, mereka sudah mampu membantu kehidupannya sendiri dan keluarga.

Inti pokoknya, untuk mendorong rakyat mandiri. Karena itulah, program ekonomi pemerintah harus konkret dan dapat langsung dirasakan, tidak usah yang muluk-muluk. Pemerintah harus bisa memberikan rangsangan bagi masyarakat untuk berusaha dan melakukan sesuatu untuk kemandiriannya. Bangsa ini jangan dibiarkan berleha-leha sambil main domino atau duduk ngobrol di warung kopi.

Hubungan sipil-militer seperti apa yang pas untuk Indonesia?

Hubungan sipil militer ideal yang kami harapkan itu adalah hubungan yang seimbang dengan profesionalisme di setiap pihak. Pemerintahan sipil yang sudah kita rintis dalam amandemen UUD 1945 harus terus didorong dalam konteks civil society masyarakat madani yang pernah dicontohkan Nabi.

Kita juga berpegang pada Piagam Madina yang memberikan kesamaan hukum bagi semua warga negara, baik sipil maupun militer. Kita menghendaki militer yang kuat dan profesional dan tidak lagi duduk di bidang politik sipil. Kalau dia ingin ke politik, ya silakan, tetapi harus melepas baju. Jangan sampai power yang ada di militer dipakai untuk menekan masyarakat sipil. Kalau masyarakat sipil berkelahi paling bonyok-bonyok, kalau dengan militer kita bisa bolong-bolong tertembus peluru.

Sejarah masa lalu dalam sistem yang dibuat Orba, militer memang dominan dan meninggalkan trauma. Karena itu, kita tidak ingin situasi itu terulang. Tetapi kita juga tidak menginginkan militer kita lemah bahkan tidak mempunyai persenjataan. Kita tidak ingin mempunyai militer yang cuma bisa memajang pesawat F-16, tetapi tidak bisa menembak karena tidak punya peluru.

Jika Amerika mempunyai American dreams, apa impian Anda tentang Indonesia?

Sebetulnya visi ke depan atau Indonesian dreams itu harus dirumuskan bersama. Mungkin bangsa ini masih belum punya, atau kalaupun ada, hal itu tidak dikomunikasikan dengan baik oleh pemimpinnya. Bagaimana kita bisa punya mimpi besar, sementara antara dream, slogan, dan kenyataan yang diomongkan pemimpin sering kali jauh berbeda. Padahal, jika ingin Indonesia maju, maka harus bisa mulai membumikan berbagai impian tentang Indonesia masa depan yang sudah pernah dijanjikan.

Di bidang ideologi, kalau saya mengharapkan masyarakat Indonesia itu berketuhanan, silakan Muslim, silakan Nasrani, atau apa, tetapi harus berketuhanan. Memiliki spiritual yang kuat, jangan menutupi perbedaan yang ada di antara pemeluk agama, tetapi harus ada komunikasi intensif.

Di politik, marilah kita bersaing dengan aturan main yang jelas. Jangan melakukan cara tidak terpuji. Saat ini partai besar masih saja melakukan cara lama, manipulasi suara, dan melakukan kecurangan. Bagaimana mungkin mereka punya impian baik tentang Indonesia jika masih berharap bisa menang dengan cara curang seperti ini, betul-betul tidak tahu malu.

Di bidang ekonomi, saya punya impian ekonomi bangsa ini lebih kuat secara fundamental. Saya punya usulan konkret untuk memperbaiki ekonomi masyarakat dengan memperkuat daya beli masyarakat, paling tidak bisa memenuhi standar minimal dari sisi perut, kemudian pendidikan, dan kepuasan batin. Saat ini, kita masih di level bawah dari kelas menengah. Kita di standar minimum saja belum sampai.

TIFATUL optimis PKS mendapat dukungan lebih besar dalam pemilu 2009 dan mempunyai kalkulasi yang ketat.

Sebagai pemimpin partai, apa target Anda?

Kalau target tahun 2009, PKS memperkirakan 20 persen suara, tepatnya 20,34 persen. Target politik keluar PKS ini sekitar 22 juta suara. Angka ini cukup tawaduk karena komparasi hasil Pemilu 1999 ke 2004, suara PKS melompat dari 1,7 persen ke 7,34 persen atau hampir enam kali lipat. Kalau 2009, kami sedikit mengerem menjadi 2,5 kali dari 7,34 jadi 22 persen.

Target internal kader, PKS berkembang dari 500 orang tahun 1999 menjadi 2,5 juta tahun 2004, artinya ada peningkatan lima kali lipat, sekarang targetnya hanya 2,5 kalinya saja. Sedangkan target di kementerian dari sekarang tiga, ya diharapkan nanti bisa sembilan di kementerian.

Pesaing berat PKS?

Golkar pesaing terberat dan potensial. Di parpol Islam, prediksi kami PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Namun, PKB ini sebetulnya hanya stabil saja. PKB Jatim tidak bisa diganggu, tetapi daerah lain terjadi pergeseran. Seperti daerah PPP (Partai Persatuan Pembangunan) juga terjadi pergeseran yang luar biasa. Di PDI-P (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) juga ada gerakan pembaruan, di PAN (Partai Amanat Nasional) setelah Amien (Rais) tidak memimpin dan dipimpin Soetrisno Bachir yang seorang pengusaha, tentu punya implikasi. Tetapi terus terang belum bisa kami identifikasi seperti apa petanya.

PBB (Partai Bulan Bintang) dan PBR (Partai Bintang Reformasi), meski di bawah electoral threshold, tetap perlu diperhatikan. Karena segmennya sama dengan PKS, dan inilah tantangan PKS. Kalau PKS ingin lebih luas segmennya, maka harus merambah ke kelompok nasionalis dan sekuler yang dikuasai Golkar dan PDI-P.

Siapa calon presiden dari PKS?

Itu masih terlalu dini. Jadi kalau ada yang sudah mengusulkan sekarang, mungkin itu sangat naif. Namun, tentu ada keinginan untuk menaikkan kader PKS sendiri, seperti yang pernah diputuskan Majelis Syuro, PKS akan maju jika dapat 20 persen suara.(Imam Prihadiyoko)

Tidak ada komentar: