QUO VADIS GERAKAN TARBIYAH (PKS)?
Oleh: Agus Taufik[1]
A. Mengenal Tarbiyah
Tarbiyah pada awalnya merupakan bentuk konsep system pembinaan yang diterapkan di lingkungan Ikhwanul Muslimin pimpinan Hasan Al Bana di Mesir. Jadi konsep Gerakan Tarbiyah di Indonesia terinspirasi dari Ikhwanul Muslimin. Dari segi bahasa, tarbiyah artinya pendidikan, yang dimaksud tarbiyah oleh kalangan Ikhwanul Muslimin adalah pendidikan dalam artian formal maupun informal. Pendidikan formal diwujudkan dengan mendirikan 200 sekolah, sedangkan pendidikan informal diwujudkan dalam pembinaan atau pembentukan (takwin) seperti melalui pengajian-pengajian kecil (dihadiri 10-15 orang) sebagaimana dirintis Hasan Al Bana di kota kelahiran Ikhwanul Muslimin, di Ismailiyah (Aay Muhammad Furkon, 2004). Gerakan Tarbiyah ini mulai berkembang sekitar tahun 1970-an dengan cara memanfaatkan masjid-masjid di kampus-kampus seperti di ITB, UGM, IPB, UI, Unair dan sebagainya. Akhirnya Gerakan Tarbiyah memanifestasikan dirinya pada tahun 1998 ketika terjadi euphoria politik, para aktivisnya mendirikan Partai Keadilan (PK) yang kemudian berubah menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
B. Sistem dan Konsep Dakwah Tarbiyah
Cakupan konsep Tarbiyah Islamiyah adalah sebagai berikut: a. Individu, dengan seluruh unsur yang dapat membangun kepribadiannya; b. Rumah tangga muslim, dengan seluruh nilai dan moralitas yang harus ditegakkannya; c. Masyarakat muslim, dengan seluruh interaksi social dan pengaturannya; d. Umat muslimah, dengan seluruh aktivitas yang ada di dalamnya, dan e. Negara Islam, dengan system dan undang-undang yang harus ditegakkan di dalamnya (Ali Abdul Halim Mahmud, 2004).
Kalau dilihat kembali konsep dakwah yang menjadi rujukan Gerakan Tarbiyah yang merupakan salah satu bentuk Harakah Islamiyah di Indonesia yaitu konsep dakwah Hasan Al Bana, bahwa dalam dakwah harus ada proses Islamisasi baik dalam diri, keluarga dan masyarakat secara kaffah. Hal ini berarti setiap Gerakan tarbiyah harus berprinsip, pertama yaitu robbaniyah, dalam artian bahwa semua konsep, ide, akhlak, hukum-hukum, tradisi-tradisi bersumberkan Din Allah. Lebih tegasnya harus sesuai dengan Qur’an dan Sunnah.
Kedua, Jauh dari belenggu Para penguasa dan Para Politikus yang berarti tetap istiqomah dan tidak terpengaruh dari kegiatan politik dan kekuasaan yang cenderung tidak jauh dari sistem monopoli dan aspek kepentingan yang bisa mengotori harakah itu sendiri.
Ketiga, Melakukan Langkah-langkah Bertahap. Kesadaran akan jalan yang dilaluinya begitu berat dan panjang serta sasaran yang ingin dicapainya begitu besar dan luhur, maka harakah Islamiyah menjalankan langkah-langkahnya secara bertahap. Hasan Al Bana telah menggariskan tiga tahapan dakwah yaitu ta’rif, takwin dan tanfidz. Tahapan ta’rif ialah menyebarkan fikroh yang bersifat umum kepada halayak dengan cara kampanye kesadaran, bimbingan, mendirikan lembaga-lembaga yang bermanfaat dan cara-cara ilmiah lainnya. Tahapan takwin yakni tahapan seleksi terhadap para aktivis yang sudah terekrut, mengkoordinasikan dan memobilisasi untuk berinteraksi dengan objek dakwah. Tahapan Tanfidz, yaitu tahapan pelaksanaan amal menuju produktivitas kerja dakwah yang optimal
Keempat, Memprioritaskan kerja dan produksi daripada propaganda dan gambar-gambar. Hal ini dimaksudkan karena ajaran Islam menganjurkan demikian, menghindari amalan-amalan yang riya’, agar tenaga dan waktu tidak tersita selain oleh aktifitas produktif dan membangun.
Kelima, Politik “Nafas Panjang”, hendaknya orang yang berkomitmen terhadap harakah Islamiyah memiliki politik “nafas panjang” sehingga dakwah dilakukan atas dasar pandangan yang jelas dengan tujuan memperoleh ridhoNya.
Keenam, Kerja terbuka dan struktur yang rahasia. Suara Islam harus berkumandang. Namun keterbukaan dalam dakwah tidak berarti bahwa harakah Islamiyah harus buka-bukaan memamerkan program-program dan struktur organisasinya.
Ketujuh, Uzlah secara ma’nawi. Yaitu Uzlah sebagaimana dimaksud Sayyid Quthb, uzlah perasaan dan estetika agar tidak ternoda oleh debu-debu jahiliyah. Uzlah jiwa dan mempertahankan iman sambil terus berjalan ditengah-tengah system jahiliyah agar dapat membongkar kepalsuan-kepalsuannya, menentang kebathilannya serta memeranginya tanpa takut oleh siapapun kecuali Allah SWT. Uzlah yang dimaksud adalah menampilkan kekhasan yakni kekhasan golongan mu’min. Khas dalam berpikir, dalam presepsi, dalam akhlak, serta dalam perilaku.
Kedelapan, Tidak menghalalkan segala cara. Hal inilah yang harus diteguhkan dalam hati para pendakwah. Kalau sampai hal ini dilanggar akan menjadikan kerusakan sendi-sendi, nilai-nilai islam itu sendiri (Fathi Yakan, 1999).
Keterkaitan Gerakan Tarbiyah dengan PKS memang merupakan satu matarantai gerakan. Berawal dari Gerakan Tarbiyah itulah melalui para aktivisnya mengembangkan embrio ideology dan kemudian mendirikan Partai Keadilan tahun 1998 yang berubah menjadi Partai Keadilan Sejahtera pada tahun 2004. Selanjutnya PKS menjadikan system Tarbiyah sebagai bentuk pembinaan dan perekrutan anggota, salah satunya ialah “Kurikulum Tarbiyah: Panduan Liqa’ Anggota Pemula PK Sejahtera” (PKS, 2004), Manhaj Tarbiyah dan sebagainya.
Memang tidak akan mungkin ada dikotomi antara PKS dan Gerakan Tarbiyah, Gerakan Tarbiyah ya PKS, PKS ya Gerakan Tarbiyah. Itu bisa ditunjukkan dengan adanya Kurikulum Tarbiyah: Panduan Liqa’ Anggota Pemula PK Sejahtera yang mengandung makna kesatuan konsep dan system Tarbiyah dengan PK/PKS.
D. Ketidakistiqamahan Tarbiyah
Kalau dilihat kembali prinsip-prinsip dakwah serta konsep-konsep Gerakan Tarbiyah, seyogyanya mereka yang menamakan dirinya para kader dakwah harus melakukan muhasabah, mengoreksi diri kembali apakah langkah yang dilakukan selama ini sudah benar berdasarkan Al Qur’an dan sunnah atau justru malah jauh dari Al Qur’an dan sunnah. Pada awalnya banyak orang diluar Gerakan Tarbiyah simpatik dan ingin bergabung karena memang konsep-konsepnya begitu bagus serta menarik bagi mereka yang ingin mencari ilmu dan juga ingin menjadi kader-kader dakwah. Banyak kader dakwah yang militant yang telah dihasilkan oleh Gerakan Tarbiyah sampai dengan keputusan untuk menjadi sebuah partai politik pun konstituennya tetap loyal.
Banyak pertanyaan besar ketika Gerakan Tarbiyah berubah menjadi partai politik, karena pertama, system yang ada di Negara ini adalah system pagan. Hal ini jelas akan menjadikan PKS mengikuti nilai-nilai yang jauh dari Islam. Kedua, dengan berpartai maka subyektivitaslah yang berlaku. Ketiga, aspek kepentingan yang diutamakan sehingga menjadikan aspek nilai-nilai Islam tersingkirkan. Walaupun terjunnya Gerakan Tarbiyah ke Politik adalah dengan tujuan dakwah di parlemen, tapi dakwah yang mana yang telah berhasil di parlemen. Korupsi masih merajalela, umat Islam masih terpojokkan bahkan tujuan luhur Gerakan Tarbiyah yaitu terlaksananya hukum-hukum Allah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara atau yang lebih terkenal dengan Syariat Islam masih juga jauh panggang daripada api. Keempat, dengan berpartai semua amalan menjadi demi partai dan atas nama partai, sehingga nilai keikhlasannya pun dipertanyakan. Akhirnya perilaku ini akan termanifestasi ke dalam tindakan menghalalkan segala cara untuk mencapai kekuasaan.
Dwi Triyono selaku Ketua Departemen Wilayah Dakwah NTB-NTT PKS mengatakan bahwa PKS tidak malu-malu menginginkan dirinya sebagai partai penguasa. Dan mungkin wacana sebagai partai terbuka bagi non muslim terjadi karena kekalahan jago-jago yang diusung PKS dibeberapa wilayah, seperti Kota Bekasi, Jakarta dan Tangerang. PKS sebagai partai terbuka menunjukkan bahwa Gerakan Tarbiyah sudah tidak lagi istiqomah dalam menegakkan prinsip-prinsip dakwah Islam.
Kalau dilihat fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan politik yang mau tak mau “kotor”, tidak akan mungkin bagi PKS untuk tetap (istiqamah) dalam konsep dan system dakwah harakah Islamiyah atau gerakan Tarbiyah. Alih-alih berdakwah di parlemen yang merupakan bagian dari system pagan, bahkan PKS meninggalkan kekhasannya sebagai partai Islam dan demi kekuasaan (bukan demi Din Allah) PKS mau bekerja sama dengan non muslim yang notabene telah diperingatkan oleh Allah SWT bahwa Allah melarang mengangkat orang kafir sebagai teman setia atau penolong (QS. An Nisa: 144). Ibarat seekor sapi bersih dimasukkan kedalam kandang yang isinya sapi kotor, walhasil sapi bersih itu akan menjadi kotor. Tidak mungkin sapi bersih tadi bisa menularkan kebersihannya kepada sapi-sapi yang kotor. Sangat tidak mungkin, kalau tidak mau dibilang mustahil. Akhirnya si sapi bersih ikut menjadi sapi kotor. Naudzubillahi.
Penutup
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan:
1. Mendahulukan perintah Allah dan rasulNya adalah suatu keniscayaan, sedangkan menafikannya akan mendatangkan kemurkaanNya. Mentaati seorang pemimpin harus dilihat apakah pemimpin itu sudah mentaati Allah dan rasulNya atau sudah sesuai dengan Qur’an Hadits atau belum. Jika tidak sesuai dengan Qur’an Hadits ya tinggalkan. Semua manusia dianugerahi pikiran untuk membedakan mana yang benar, mana yang salah. Semoga hati-hati para kader dakwah di negeri ini terbuka dan kembali lagi ke prinsip-prinsip dakwah yang menuntut kejujuran serta keikhlasan dalam beraktifitas dan niat karena Allah SWT semata.
2. Selama system pagan yang dipakai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka dakwah dengan mengikuti jalan mereka akan sia-sia belaka, bahkan justeru akan menyebabkan kemudharatan bagi harakah Islamiyah. Tetap konsisten(istiqamah) pada nilai-nilai Islam akan lebih baik. Kekuasaan bukanlah segalanya, keridhoan Allah adalah segalanya.
3. Selama konsep politik diadopsi dari Negara-negara pagan, maka tidak seharusnya harakah Islamiyah mengikutinya. Demokrasi sebagai bagian dari nilai-nilai yang diagung-agungkan serta diikuti di negeri ini jelas-jelas terlahir dari konsep pagan. Akibatnya negeri ini menjadi tidak jelas. Sebagai contoh, reformasi yang sudah berjalan sepuluh tahunpun hasilnya tidak jelas. RUU APP pun tidak ketahuan rimbanya. Pilkada chaos dimana-mana.
4. Mengakomodir kepentingan orang non muslim akan menjadi boomerang dikemudian hari. Jangan sampai kepentingan sesaat mengorbankan kepentingan jangka panjang yang luhur yakni menegakkan syariat Islam untuk menggapai ridho Allah SWT.
Sebagai akhir dari tulisan ini, ingatlah firman Allah: ”Dan tidaklah kemenangan itu datang melainkan dari Allah” (Al anfal:10) “Dan kamu tidak menghendaki, kecuali jika Allah menghendaki” (Al Insan:30). Wallahu a’lam.
Jumat, 26 September 2008
tarbiyah357
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar